Puring merupakan tanaman asli Indonesia.
Tanaman ini pertama kali diberi
nama oleh penemunya yang berasal dari Belanda pada tahun 1690 oleh G.E
Rumphius. Rhumpius memberi nama Codiaeum pada tanaman ini. Pada tahun
1762 Carl Von Linne memberi nama populer pada tanaman ini dengan nama
Croton (Rahma, 2009).
Codiaeum variegatum adalah nama ilmiah yang di berikan oleh
penemunya G.E Rumphius pada tahun 1628 – 1702 yang merupakan seorang
berkewarganegaraan Belanda dan lahir di jerman. Tanaman ini bercirikan
warna daun yang tidak hijau rata tetapi cenderung variegeta yang
kemudian di deskripsikan variegatum. G.E Rumphius menemukan sekitar
sembilan jenis puring dan menamakannya Codiaeum (Budiarto,2007)
Puring merupakan salah satu famili Euphorbiaceae. Tanaman asli
Maluku ini di temukan 400 tahun yang lalu, dan di kenal dengan tanaman
penghias makam di pulau Jawa, sedangkan di Indonesia Timur tanaman ini
di kenal dengan tanaman penghias halaman rumah. Puring merupakan tanaman
yang mempunyai variasi jenis yang unik. Banyaknya jenis selain spesies
asli di karenakan terjadinya penyilangan-penyilangan yang di lakukan
oleh manusia maupun oleh serangga. Keragaman juga dapat di akibatkan
karena adanya mutasi pada tanaman (Budiarto, 2007)
Puring merupakan salah satu tanaman daun yang cukup popular di
kalangan penggemar tanaman hias. Daya tarik puring antaranya adalah pada
corak, warna dan bentuk daunnya yang sangat bervariasi. Tanaman yang
sangat menyukai sinar matahari ini akan menampilkan daun yang lebih
cemerlang apabila di letakkan ditempat terbuka yang mendapat sinar
matahari penuh (Purwanto, 1999).
Beragam variasi daun yang di miliki puring merupakan salah satu
keunggulan
tanaman ini. Hal ini memungkinkan di buatnya
silangan-silangan baru. Kebanyakan puring hibrida yang banyak di buru
adalah yang memiliki warna daun lain dari biasanya. Ada juga yang
menyukai bentuk daun dengan corak yang menyimpang dari spesiesnya
(Purwanto,1999).
Setiap bangsa memiliki kesukaan yang berbeda-beda terhadap warna,
corak dan bentuk puring. Thailand menyukai jenis-jenis seperti
turtleback dan apple, sedangkan Belanda menyukai daun oval yang besar.
Indonesia dan India lebih suka pada jenis yang berdaun lebar dan besar.
Jenis-jenis seperti kipas dewa, vinola bangalore, tongue fire dan red
dragon banyak di cari di Indonesia (Budiarto, 2007).